iNews Complex – Pemerintah Thailand mengumumkan penyitaan aset senilai lebih dari 300 juta dollar AS atau sekitar Rp 5 triliun, sebuah langkah yang langsung mengguncang banyak pihak di Asia Tenggara. Perdana Menteri Anutin Charnvirakul menyampaikan kabar tersebut pada Rabu (3/12/2025), tanpa merinci waktu operasi dilakukan. Meski begitu, nada tegas dalam pernyataannya menunjukkan betapa seriusnya pemerintah menindak jaringan scam yang semakin merajalela. Penyitaan ini merupakan hasil dari operasi besar yang melibatkan otoritas Asia, Eropa, dan Amerika Serikat dan menargetkan Prince Holding Group di Kamboja. Jaringan tersebut telah lama dicurigai menjadi pusat berbagai aksi scam lintas negara. Bagi masyarakat Thailand, pengumuman ini menjadi harapan baru bahwa kejahatan siber yang merenggut banyak korban akhirnya mulai terkuak. Namun, bagi dunia, peristiwa ini memperlihatkan betapa besar dan terorganisirnya sindikat scam di kawasan tersebut.
Target Besar: Tokoh-Tokoh Berpengaruh yang Terlibat
Menurut Anutin, penyitaan ini merupakan salah satu yang terbesar dalam sejarah Thailand, baik dari nilai maupun profil targetnya. Aset yang disita terkait dengan Chen Zhi, pendiri Prince Group kelahiran China dan tokoh berpengaruh di Kamboja. Selain Chen, seorang senator Kamboja dan dua warga Thailand juga masuk dalam daftar. Nama-nama besar ini mengejutkan publik, karena menunjukkan betapa dekat jaringan scam dengan lingkaran politik dan bisnis. “Semua yang bertanggung jawab harus diadili sesuai hukum,” ujar Anutin dengan nada penuh tekad. Di balik pernyataan tersebut, terlihat keinginan pemerintah untuk tidak hanya menindak pelaku di lapangan tetapi juga aktor besar yang melindungi operasi tersebut. Langkah ini mengirim pesan kuat bahwa kekuasaan tidak bisa lagi menjadi tameng bagi kejahatan terorganisir yang merugikan banyak orang di kawasan.
“Baca Juga : OpenAI Akui Ada Kebocoran Data, Ini Dampaknya ke Pengguna”
Kisah Kelam Kamp Scam di Kamboja
Keterlibatan Prince Group bukan sekadar isu keuangan. Pada Oktober 2025, Departemen Kehakiman AS mendakwa Chen Zhi atas tuduhan mengoperasikan kamp kerja paksa di Kamboja. Para pekerja, banyak di antaranya korban TPPO, dipaksa melakukan operasi scam. Mereka bekerja dalam kondisi menyerupai penjara, tanpa akses kebebasan atau keselamatan. Cerita-cerita pilu dari kamp tersebut menggambarkan penderitaan yang tidak terlihat oleh publik. Banyak pekerja dipaksa bekerja berjam-jam dan terjebak dalam jeratan hutang, membuat mereka sulit keluar. Situasi ini menunjukkan bahwa bisnis scam bukan hanya soal penipuan finansial, tetapi juga pelanggaran hak asasi manusia. Dengan penyitaan aset besar ini, harapan muncul bahwa korban dapat memperoleh sedikit keadilan dan operasi keji tersebut dapat dihentikan secara sistematis. Kasus ini juga membuka mata dunia akan sisi gelap industri scam global.
Rincian Aset yang Disita: Gambaran Besarnya Operasi
Kantor Pemberantasan Pencucian Uang (AML) Thailand merinci jumlah aset yang disita dan nilainya benar-benar mencengangkan. Sekitar 100 item milik Chen senilai 373 juta baht atau Rp 194 miliar berhasil diamankan. Barang-barang tersebut termasuk tanah, uang tunai, perhiasan, serta barang mewah lain. Thailand juga menyita aset hampir 15 juta dollar AS dari Kok An, seorang senator Kamboja sekaligus sekutu politik yang cukup kuat. Namun, nilai terbesar berasal dari dua warga Thailand yang diduga menjadi perantara utama operasi scam, mencapai hampir 290 juta dollar AS. Angka ini menunjukkan betapa masifnya jaringan yang bekerja di balik layar. Setiap aset yang disita bukan hanya simbol kekayaan, tetapi juga jejak dari aktivitas kriminal yang berlangsung bertahun-tahun tanpa terdeteksi publik.
Jaringan Scam yang Menjalar di Asia Tenggara
Scam online bukan hal baru di Asia Tenggara, tetapi jaringan ini tumbuh seperti bayangan gelap yang sulit dibendung. Banyak dari mereka beroperasi di gedung perkantoran kosong atau gudang tersembunyi. Para pelaku menargetkan korban di seluruh dunia menggunakan teknik manipulasi yang semakin canggih. Lebih tragis lagi, sebagian pekerja terlibat secara sukarela karena iming-iming pendapatan tinggi, tetapi banyak lainnya diculik, diperjualbelikan, atau dipekerjakan secara paksa. Situasi seperti ini menggambarkan betapa rumitnya lingkaran kejahatan modern. Negara-negara di kawasan sering kesulitan menindak karena jaringan ini lintas batas dan dilindungi kelompok berkekuatan besar. Penyitaan besar Thailand ini diharapkan menjadi titik balik untuk membuka jalan bagi kerjasama regional yang lebih kuat. Dunia membutuhkan koordinasi lebih erat untuk menghentikan sindikat yang mengambil keuntungan dari kerentanan manusia.
“Simak Juga : Hashim Djojohadikusumo Tegaskan Indonesia Tak Akan Hapus Energi Fosil”
Tindakan Global: Aset Disita dari Berbagai Negara
Operasi internasional ini tidak berhenti di Thailand. Amerika Serikat sebelumnya menyita Bitcoin senilai 15 miliar dollar AS dari jaringan yang dikaitkan dengan Prince Group, menunjukkan betapa dalamnya akar kriminal organisasi ini. Inggris juga bertindak tegas dengan membekukan aset bisnis dan properti senilai lebih dari 130 juta dollar AS di London. Sementara itu, Taiwan, Singapura, dan Hong Kong turut menyita aset kolektif mencapai hingga 350 juta dollar AS. Semua tindakan ini menunjukkan bahwa dunia kini lebih sadar dan tegas dalam memerangi operasi scam internasional. Namun, menariknya Prince Group membantah semua tuduhan dan menyatakan tidak pernah melakukan tindakan kriminal. Pernyataan ini tentu menimbulkan pertanyaan besar. Namun, penyitaan lintas negara yang begitu besar memperlihatkan bahwa operasi mereka tidak dapat lagi disembunyikan.
Kawasan yang Terbangun oleh Harapan dan Ketegasan Baru
Penyitaan besar-besaran ini menciptakan harapan baru di kawasan Asia Tenggara. Banyak korban TPPO dan keluarga mereka akhirnya melihat langkah nyata dari pemerintah regional. Di sisi lain, tindakan ini juga memberi pesan kuat kepada aktor besar yang selama ini terlindungi. Pemerintah Thailand telah mengambil langkah berani untuk membuka tabir operasi scam yang begitu dalam. Dunia pun mulai melihat bahwa kerja sama antarnegara bukan hanya mungkin, tetapi juga sangat penting. Kejahatan lintas negara menuntut tindakan lintas batas. Dan ketika pemerintah akhirnya bergerak bersama, peluang untuk menghentikan jaringan besar seperti Prince Group menjadi semakin nyata. Momen ini tidak hanya soal penyitaan aset, tetapi tentang menyelamatkan martabat manusia dan mengembalikan rasa aman masyarakat di kawasan yang selama ini menjadi target operasi scam.