Inewscomplex – Kelompok Hamas secara terbuka menyatakan kesiapannya untuk kembali memulai perundingan terkait usulan gencatan senjata terbaru di Jalur Gaza. Dalam pernyataan resmi yang dirilis Jumat (4/7/2025), Hamas menegaskan komitmennya untuk terlibat secara serius dalam proses negosiasi, menyusul konsultasi internal bersama sejumlah faksi Palestina.
“Baca juga : Pramono Anung Tegaskan Penataan Tiga Taman di Jakarta Selatan Tetap Berjalan “
Proposal yang diajukan oleh mediator internasional berfokus pada penghentian pertempuran selama 60 hari. Dalam jangka waktu tersebut, Hamas akan membebaskan sebagian sandera Israel, sementara Israel diminta melakukan hal serupa dengan tahanan Palestina. Rencana ini mendapat dukungan besar dari Amerika Serikat dan diklaim telah disetujui oleh pemerintah Israel.
Pernyataan Hamas muncul hanya beberapa hari sebelum kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke Amerika Serikat, Senin (7/7). Isu pembebasan sandera diperkirakan menjadi fokus utama pertemuan bilateral tersebut, terlebih karena Netanyahu menghadapi tekanan besar dari masyarakat Israel terkait nasib warga yang masih ditahan Hamas sejak Oktober 2023.
Kelompok Jihad Islam yang menjadi sekutu Hamas turut menyuarakan dukungan terhadap inisiatif gencatan senjata. Meski demikian, mereka menuntut adanya jaminan konkret bahwa Israel tidak akan melanjutkan serangan militer usai proses pembebasan sandera dilakukan. Hal ini menjadi syarat penting bagi pihak Palestina untuk merasa aman dan percaya pada proses perundingan.
Sumber dari pihak Palestina menyebutkan bahwa dalam usulan terbaru, Hamas akan membebaskan setengah dari sandera Israel yang masih hidup, yang diperkirakan berjumlah 22 orang. Sebagai imbalannya, Israel akan melepaskan sejumlah tahanan Palestina. Mekanisme ini menyerupai dua gencatan senjata sebelumnya yang pernah dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan AS.
Gencatan senjata sebelumnya sempat berhasil menghentikan pertempuran dan memungkinkan proses tukar sandera antara kedua pihak. Namun, gencatan tersebut hanya bersifat sementara dan gagal menciptakan solusi jangka panjang. Kali ini, banyak pihak berharap bahwa durasi 60 hari dapat memberikan ruang untuk tercapainya kesepakatan damai yang lebih kokoh.
Mantan Presiden AS Donald Trump, yang kini kembali berpengaruh dalam urusan luar negeri, turut angkat bicara. Dalam pernyataannya pada Kamis (3/7), ia menyatakan keinginannya untuk memastikan keselamatan rakyat Gaza, yang disebutnya telah “melalui neraka” akibat konflik berkepanjangan.
Dalam pernyataan publik terbaru, Netanyahu berjanji akan membawa pulang semua sandera yang masih ditahan di Gaza. Tekanan dari keluarga para sandera dan masyarakat Israel membuat isu ini menjadi prioritas nasional, dan dapat menjadi penentu arah kebijakan Israel ke depan dalam menghadapi Hamas dan mitranya.
Dari total 251 sandera yang diculik sejak serangan Hamas pada Oktober 2023, sebanyak 49 masih berada di Jalur Gaza. Tragisnya, menurut militer Israel, 27 di antaranya telah dinyatakan tewas. Angka ini terus menjadi pemantik tekanan politik domestik di Israel, sekaligus pemicu gelombang kemarahan di masyarakat internasional.