iNews Complex – Masyarakat Indonesia tengah diramaikan oleh polemik terkait pernyataan kontroversial Gus Miftah, Utusan Khusus Presiden (UKP) Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan. Sebanyak 49.246 orang hingga berita ini ditulis telah menandatangani petisi di change.org untuk meminta Presiden Prabowo Subianto mencopot Gus Miftah dari jabatannya.
Petisi ini muncul setelah sebuah video yang memperlihatkan Gus Miftah diduga mengolok-olok seorang pedagang es teh viral di media sosial. Kejadian ini terjadi pada acara Magelang Bersholawat, di mana Gus Miftah menyampaikan celetukan yang dianggap menghina pedagang kecil tersebut.
Dalam acara yang dihadiri Gus Miftah, Gus Yusuf Chudlori, dan Habib Zaidan Bin Yahya, seorang pedagang es teh berdiri di tengah kerumunan jemaah dengan dagangannya di atas kepala. Para penonton sempat meminta Gus Miftah memborong dagangan pria tersebut.
Namun, bukannya menanggapi dengan simpati, Gus Miftah melontarkan celetukan menggunakan bahasa Jawa yang dianggap merendahkan:
“Es tehmu masih banyak tidak? Masih? Ya sana jual go*!”**
Pernyataan ini memicu tawa dari orang-orang yang berada di atas panggung bersama Gus Miftah. Sementara itu, pedagang es teh tersebut terlihat terdiam, menurunkan dagangannya, dan menghela napas.
Peristiwa ini memicu kemarahan publik, yang kemudian meluas hingga ke tingkat internasional, setelah menjadi viral di media sosial Asia dan Turki. Petisi pencopotan Gus Miftah dari jabatan sebagai Utusan Khusus Presiden dibuat pada Rabu, 4 Desember 2024, oleh masyarakat yang merasa tindakan Gus Miftah mencederai nilai-nilai kemanusiaan.
Petisi tersebut berbunyi:
“Hari di mana netizen tanah air merasakan perih, sakit hati yang mendalam atas apa yang terjadi pada bapak penjual es teh, yang diperlakukan secara tidak hormat oleh seorang pemuka agama.”
Beberapa komentar masyarakat yang mendukung petisi ini meliputi:
Sebagai seorang ulama sekaligus tokoh agama yang dikenal luas, tindakan Gus Miftah dinilai bertentangan dengan tugasnya sebagai Utusan Khusus Presiden di bidang kerukunan beragama. Masyarakat menilai bahwa tindakan merendahkan pedagang kecil tidak mencerminkan sikap yang diharapkan dari seorang pemimpin atau ulama.
Misi utama seorang Utusan Khusus Presiden adalah membangun kerukunan dan keharmonisan di masyarakat. Insiden ini justru dinilai mencoreng kepercayaan masyarakat terhadap figur tersebut.
Gus Miftah telah menyampaikan klarifikasi dan permintaan maaf, namun banyak pihak merasa bahwa hal ini belum cukup untuk memperbaiki citra publiknya.
Kontroversi ini juga memberikan tantangan baru bagi Presiden Prabowo Subianto, yang kini harus merespons tekanan masyarakat untuk mencopot Gus Miftah.
Keputusan Presiden terkait pencopotan Gus Miftah akan menjadi tolok ukur bagaimana pemerintah menangani kontroversi yang melibatkan pejabat publik.
Isu ini juga berpotensi memengaruhi hubungan internal pemerintah dengan tokoh-tokoh agama dan organisasi keagamaan di Indonesia.
Insiden ini memberikan pelajaran penting tentang pentingnya tanggung jawab moral bagi tokoh publik, terutama mereka yang memegang jabatan strategis dalam pemerintahan. Gus Miftah, sebagai Utusan Khusus Presiden, diharapkan menjadi teladan bagi masyarakat dalam hal sikap dan ucapan.
Namun, kasus ini juga menjadi pengingat bahwa masyarakat memiliki suara dalam menilai dan mengawasi kinerja pejabat publik. Dengan lebih dari 22.000 tanda tangan, petisi ini mencerminkan kekuatan opini publik di era digital.
Ke depan, keputusan Presiden Prabowo terkait jabatan Gus Miftah akan menjadi penentu penting bagi citra pemerintah dalam menanggapi isu-isu serupa.