iNews Complex – Hamas menegaskan bahwa mereka tidak akan menerima tuntutan pelucutan senjata kecuali Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat secara penuh didirikan. Pernyataan ini merupakan respons tegas terhadap klaim yang sempat beredar bahwa Hamas telah menyatakan “kesediaannya” melucuti senjata, seperti yang disampaikan utusan AS, Steve Witkoff. Keputusan tersebut mengejutkan karena pihak Hamas mempertahankan penolakan kecuali syarat utama mereka dipenuhi.
Salah satu syarat utama Israel dalam negosiasi gencatan senjata adalah Hamas menyerahkan kendali militer di Gaza. Namun, pembicaraan tidak langsung antara kedua pihak sempat macet pekan lalu. Negosiasi macet di tengah ketegangan yang terus meningkat dan kebutuhan mendesak atas pembebasan sandera dan penghentian perang.
“Baca Juga : Kabar Duka, Eks Menko Kwik Kian Gie Wafat di Usia 90 Tahun“
Dalam beberapa hari terakhir, negara-negara Arab agresif mendesak Hamas untuk menyerahkan senjata. Hal ini muncul bersamaan dengan pengumuman dari Prancis dan Kanada terkait rencana pengakuan Negara Palestina. Inggris menyatakan akan mengikuti langkah tersebut jika Israel tidak menunjukkan upaya substansial untuk mencapai kesepakatan pada bulan September.
“Simak Juga : Israel Berhasil Mencegat Rudal yang Diluncurkan dari Yaman“
Hamas, yang dianggap sebagai kelompok teroris oleh AS, Inggris, dan Uni Eropa, menyatakan bahwa mereka tidak dapat menyerahkan senjata atau melepaskan hak perlawanan melawan pendudukan. Mereka menegaskan, pergeseran kondisi hanya akan terjadi ketika negara Palestina merdeka benar-benar terbentuk dengan Yerusalem sebagai ibu kota.
Letnan Jenderal Eyal Zamir dari IDF memperingatkan bahwa pertempuran di Gaza akan berlanjut jika negosiasi pembebasan sandera gagal. Salah satu sandera, Evyatar David, terlihat kurus dan kelaparan dalam rekaman video oleh Hamas. Keluarganya menuding Hamas menggunakan kondisi tersebut sebagai taktik propaganda dan mendesak otoritas Israel dan AS untuk mengupayakan pembebasan secepatnya.
Badan PBB telah memperingatkan potensi kelaparan massal di Gaza. Israel selama ini mengepalai pengaturan bantuan makanan yang masuk—dan menolak tuduhan adanya pembatasan. Data terbaru menyebut minimal 1.373 warga Palestina tewas saat mencari makanan sejak Mei lalu, banyak di antaranya di lokasi distribusi bantuan yang seharusnya aman, tetapi justru menjadi zona konflik.