iNews Complex – Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, memberikan klarifikasi terkait pemecatan Effendi Simbolon dari partai. Menurut Hasto, Effendi dipecat bukan karena pertemuannya dengan tokoh politik lain, melainkan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam pernyataan yang dilontarkan di kantor DPP PDI-P, Hasto menyebut bahwa jika Effendi bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto, dia tidak akan dipecat. “Jadi maksudnya Bung Seno, kalau ketemu Pak Prabowo enggak apa-apa, kira-kira seperti itu,” kata Hasto, sambil tersenyum dalam konferensi pers yang berlangsung pada Minggu (1/12/2024).
Penjelasan ini merujuk pada pernyataan sebelumnya oleh Juru Bicara PDI-P, Aryo Seno Bagaskoro, yang menyebutkan bahwa alasan pemecatan Effendi Simbolon adalah pertemuannya dengan Jokowi. Seno menegaskan bahwa langkah politik Effendi yang bertemu Jokowi sebelum mengambil keputusan mendukung pasangan calon lain pada Pilkada Jakarta 2024 adalah tindakan yang tidak sesuai dengan arahan partai. “Pak Effendi Simbolon ini bertemu dan berkomunikasi dengan Pak Jokowi. Ini beda persoalan kalau dengan tokoh politik lain. Tapi ini bertemu dengan Pak Jokowi sebelum mengambil langkah politik yang berbeda dengan rekomendasi partai,” ujar Seno.
Bagi PDI-P, pertemuan dengan Presiden Jokowi dianggap sebagai pelanggaran serius. Partai melihat ini sebagai langkah politik yang tidak sejalan dengan keputusan partai, yang berpegang pada garis kebijakan yang telah ditetapkan. Sebagai bentuk tindakan tegas, PDI-P akhirnya memutuskan untuk memecat Effendi dari keanggotaan partai.
“Baca juga: Airlangga Optimis Kenaikan UMP Bisa Dorong Daya Beli Masyarakat Menengah”
PDI-P menilai bahwa pertemuan dengan Presiden Jokowi bukan sekadar pertemuan biasa, melainkan sebuah tindakan yang melibatkan politik dan dianggap sebagai bagian dari “kongkalikong”. Hal ini berangkat dari fakta bahwa Effendi memilih mendukung pasangan calon lain, yaitu Ridwan Kamil dan Suswono, yang bersaing dengan pasangan calon yang diusung PDI-P, yakni Pramono Anung dan Rano Karno.
Seno mengungkapkan, “Kalau dengan yang lain-lain, tentu partai masih akan melakukan suatu proses mediasi. Tetapi kalau bicaranya dengan Pak Jokowi, maka prinsipnya tegas, ini yang diambil oleh partai.” Pernyataan tersebut menegaskan bahwa PDI-P sangat tegas dalam menyikapi pertemuan dengan Jokowi, yang dianggap melanggar kode etik partai. Oleh karena itu, tidak ada toleransi terhadap tindakan ini, yang akhirnya memicu pemecatan.
Pemecatan Effendi Simbolon berawal dari keputusan politiknya untuk mendukung pasangan calon yang tidak sejalan dengan PDI-P pada Pilkada Jakarta 2024. PDI-P diketahui mengusung Pramono Anung dan Rano Karno, namun Effendi lebih memilih untuk mendukung Ridwan Kamil dan Suswono. Tindakan ini dianggap sebagai bentuk pembangkangan terhadap keputusan dan kebijakan partai, yang secara tegas mendukung pasangan calon tertentu.
Ketua DPP PDI-P Djarot Syaiful Hidayat juga mengonfirmasi bahwa tindakan Effendi melanggar kode etik dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) partai. “Benar, yang bersangkutan (Effendi Simbolon) sudah dipecat dari partai. Yang bersangkutan melanggar kode etik, disiplin dan AD/ART partai,” ungkap Djarot.
Dalam surat pemecatan yang diterima oleh Kompas.com, PDI-P menjelaskan bahwa pemecatan ini dilatarbelakangi oleh tindakan Effendi yang dianggap tidak loyal terhadap partai. Surat pemecatan tersebut ditandatangani oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Hasto Kristiyanto pada 28 November 2024. Dengan pemecatan ini, PDI-P menegaskan bahwa Effendi tidak lagi berhak mengatasnamakan partai dalam aktivitas politik apa pun.
Setelah pemecatan ini, Effendi Simbolon memilih untuk tidak memberikan tanggapan lebih lanjut terkait keputusannya dipecat dari partai. Meskipun demikian, dia sempat mengirimkan gambar Paus Fransiskus dengan ucapan “semoga Tuhan berkati” melalui aplikasi pesan singkat. Effendi, yang kini tak lagi menjadi bagian dari PDI-P, tampaknya memilih untuk menanggapi isu ini dengan cara yang lebih pribadi.