iNews Complex – Inggris, Australia, Kanada, dan Portugal resmi mengakui negara Palestina pada Minggu (21/9/2025). Keputusan bersejarah ini datang setelah hampir dua tahun konflik berkepanjangan di Gaza yang menelan banyak korban jiwa.
Selain keempat negara tersebut, sejumlah negara Eropa, termasuk Perancis, Belgia, Luksemburg, dan Malta, juga dikabarkan akan menyampaikan pengakuan serupa pada Sidang Umum PBB di New York, Senin (22/9/2025).
Langkah ini menandai pergeseran besar di kalangan negara Barat. Selama ini, dukungan politik untuk Palestina lebih banyak datang dari negara-negara berkembang dan blok Timur Tengah. Kini, pengakuan dari negara-negara Barat menunjukkan perubahan signifikan dalam diplomasi internasional.
“Baca Juga : Taliban Tolak Serahkan Kembali Pangkalan Bagram kepada AS, China Beri Dukungan”
Perubahan sikap ini tidak terlepas dari eskalasi kekerasan sejak serangan Hamas ke wilayah Israel pada 7 Oktober 2023. Sejak itu, Gaza mengalami kehancuran besar-besaran, kelaparan yang dikonfirmasi PBB, serta angka korban tewas yang terus meningkat.
Tekanan publik di negara-negara Barat juga meningkat. Di Inggris, demonstrasi mendukung Palestina digelar hampir setiap bulan, menuntut pemerintah mengubah posisinya.
Pengakuan negara Palestina membuat Israel semakin terpojok di kancah diplomasi internasional. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengecam keras keputusan negara-negara tersebut.
“Saya punya pesan yang jelas bagi para pemimpin yang mengakui negara Palestina setelah pembantaian mengerikan pada 7 Oktober: Anda memberikan imbalan besar kepada teror,” kata Netanyahu.
“Simak Juga : Alasan Pilot Melarang Penumpang ke Toilet Saat Pesawat Masih di Landasan”
Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menegaskan bahwa pengakuan Palestina bertujuan menghidupkan kembali harapan perdamaian.
“Kami mengakui negara Palestina untuk memberi peluang pada solusi dua negara, demi masa depan rakyat Palestina dan Israel,” ujarnya.
Ia juga menyerukan gencatan senjata segera serta pembebasan semua sandera Israel yang ditahan Hamas.
Sementara itu, Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menyebut keputusan negaranya sebagai bentuk pengakuan terhadap aspirasi sah rakyat Palestina. “Ini adalah langkah untuk mendukung keadilan dan perdamaian jangka panjang di kawasan,” tegasnya.
Dengan semakin banyaknya negara Barat yang memberi pengakuan resmi, peta politik internasional terkait konflik Palestina-Israel diprediksi akan berubah signifikan. Meski demikian, pertanyaan besar masih tersisa: apakah pengakuan ini hanya simbolis atau benar-benar membuka jalan menuju solusi damai yang nyata?