iNews Complex – Ketegangan antara China Jepang kembali mencuat setelah dua kapal penjaga pantai China memasuki perairan di sekitar Kepulauan Senkaku pada Selasa dini hari. Jepang menganggap tindakan tersebut sebagai pelanggaran wilayah, terutama karena kapal China sempat mendekati kapal nelayan Jepang. Situasi memanas ketika Jepang mengeluarkan peringatan agar kapal-kapal itu segera keluar dari wilayah teritorial. Insiden ini terjadi saat hubungan kedua negara sedang rapuh setelah pernyataan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi yang membuka kemungkinan keterlibatan militer Jepang jika China menyerang Taiwan. Di tengah ketidakpastian dan sorotan dunia internasional, perairan Senkaku atau Diaoyu menurut China kembali menjadi panggung konflik yang tak kunjung mereda.
Senkaku: Titik Panas yang Tak Pernah Benar-Benar Tenang
Kepulauan Senkaku telah lama menjadi simbol ketegangan antara dua kekuatan Asia Timur. Letaknya yang strategis di Laut China Timur dan kekayaan sumber daya di sekitarnya membuat wilayah ini terus diperebutkan. Jepang mengelola pulau-pulau tersebut, namun China mengklaimnya sebagai bagian dari wilayah mereka. Ketidakpastian ini membuat setiap insiden kecil berpotensi memicu eskalasi. Ketika kapal China memasuki perairan pada Selasa lalu, Jepang langsung bereaksi cepat. Penjaga pantai Jepang menilai kehadiran kapal-kapal tersebut sebagai upaya mempertajam klaim Beijing. Peristiwa ini memperkuat pandangan bahwa Senkaku tak hanya soal pulau kecil yang kosong, tetapi simbol harga diri nasional kedua negara yang sulit dinegosiasikan.
“Baca Juga : Drone Laut Ukraina Ledakkan Armada Bayangan Rusia di Laut Hitam Turki”
Versi China: Tuduhan Penjaga Pantai Jepang Masuki Wilayah Mereka
Berbeda dengan Jepang, pemerintah China menyampaikan penjelasan yang bertolak belakang. Juru bicara Penjaga Pantai China, Liu Dejun, menyebut bahwa kapal nelayan Jepanglah yang memasuki wilayah teritorial China. China menyatakan bahwa langkah yang mereka ambil mulai dari memberikan peringatan hingga mengusir kapal merupakan prosedur standar untuk melindungi kedaulatan nasional. Beijing menegaskan akan terus melakukan patroli di wilayah yang mereka yakini sebagai milik mereka. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa China tidak berniat mengurangi intensitas operasi di sekitar Diaoyu. Sikap tegas ini memperkuat kesan bahwa konflik diplomatik kedua negara akan terus berlanjut tanpa titik temu dalam waktu dekat.
Pernyataan PM Takaichi yang Memicu Gelombang Respons Regional
Insiden laut terbaru ini tidak lepas dari dinamika politik yang bergejolak sejak pernyataan PM Sanae Takaichi pada November lalu. Ia menyebut bahwa Jepang bisa terlibat secara militer jika China menyerang Taiwan. Komentar itu memicu reaksi keras Beijing, yang menganggap pernyataan tersebut mengganggu stabilitas regional. China juga menegaskan kembali klaimnya atas Taiwan, sebuah isu yang sensitif dan memiliki dampak geopolitik luas. Setelah pernyataan tersebut, hubungan bilateral yang semula tegang kini semakin memburuk. Ketegangan di Senkaku pun menjadi refleksi betapa cepat pernyataan politik dapat mempengaruhi dinamika keamanan di lapangan.
“Simak Juga : Dua Bayi Meninggal Digigit Tikus di ICU, Keluarga Tuding RS Lalai”
Dampak Diplomatik: Dari Peringatan Perjalanan hingga Pembatalan Acara Budaya
Di tengah meningkatnya ketegangan, China memberi imbauan resmi kepada warganya untuk menghindari bepergian ke Jepang. Langkah ini diikuti oleh pembatalan berbagai acara budaya, termasuk penampilan penyanyi Jepang di Shanghai. Beijing juga memperbarui larangan impor makanan laut dari Jepang, menggambarkan respons diplomatik yang meluas hingga ke sektor perdagangan. Meski begitu, China tetap menahan diri untuk tidak menerapkan sanksi ekonomi berat seperti pembatasan ekspor logam tanah jarang. Tindakan ini menunjukkan bahwa China masih berhati-hati dalam menanggapi eskalasi, sekaligus mempertimbangkan dampak ekonomi global yang mungkin timbul.
Ketegangan yang Meninggalkan Kekhawatiran di Asia Timur
Peristiwa terbaru di perairan Senkaku kembali mengingatkan dunia bahwa konflik maritim ini belum menemukan jalan keluar. Ketika dua negara dengan kekuatan militer besar saling berhadapan, kekhawatiran internasional pun meningkat. Jepang bersikeras mempertahankan wilayahnya, sementara China kukuh mempertahankan klaimnya. Selama kedua pihak mengedepankan narasi kedaulatan tanpa ruang dialog, risiko gesekan akan terus mengintai. Meski belum ada tanda-tanda eskalasi lebih jauh, situasi ini menjadi pengingat betapa rapuhnya stabilitas di kawasan Asia Timur. Dunia kini menunggu apakah diplomasi dapat kembali membuka jalan menuju meredanya ketegangan.