iNews Complex – Thailand meluncurkan operasi militer di Ban Nong Ri, Provinsi Trat, setelah menilai wilayah itu ditempati Kamboja selama lebih dari 40 tahun. Kapten Thammanoon Wanna, Komandan Satgas Marinir Trat, menjelaskan bahwa operasi berlangsung Selasa pagi dan menargetkan tiga rumah yang dianggap sebagai posisi strategis. Lokasi itu tepat berseberangan dengan Provinsi Pursat, sehingga pergerakan pasukan harus dilakukan hati-hati. Meski terlihat kecil, area tersebut sangat penting bagi keamanan perbatasan. Oleh karena itu, Thailand merasa perlu bergerak cepat. Langkah ini sekaligus menandai meningkatnya ketegangan dua negara yang memiliki sejarah panjang sengketa wilayah.
Kamboja Perkuat Posisi di Titik Sengketa
Ketegangan naik setelah Angkatan Laut Thailand merilis citra udara yang menunjukkan adanya penguatan posisi dari pihak Kamboja. Mereka terlihat menempatkan penembak runduk, pasukan tambahan, serta peluncur roket di sekitar tiga rumah itu. Menurut laporan tersebut, pergerakan itu dilakukan secara bertahap dan berlangsung dalam beberapa pekan terakhir. Karena itulah Thailand menganggap situasi ini serius. Pihak militer menilai kehadiran senjata berat menandakan persiapan pertahanan jangka panjang. Kondisi ini juga menjadi alasan utama pemerintah mempercepat keputusan operasi militer. Dengan demikian, Thailand ingin memastikan tidak ada perubahan status wilayah tanpa proses resmi.
Ancaman terhadap Kedaulatan Thailand
Pemerintah Thailand menilai pendudukan Ban Nong Ri oleh Kamboja sebagai ancaman langsung terhadap kedaulatan negara. Laksamana Muda Paraj Ratanajaipan menegaskan bahwa langkah tegas harus diambil sebelum kondisi memburuk. Ia menyebut situasi itu tidak hanya menyangkut batas wilayah, tetapi juga keamanan warga di daerah perbatasan. Selain itu, ia menilai tindakan Kamboja dapat menjadi preseden berbahaya jika tidak segera dihentikan. Karena itu, pengiriman marinir menjadi pilihan yang dianggap paling tepat. Pemerintah juga menegaskan bahwa operasi ini dilakukan untuk menjaga stabilitas kawasan yang selama ini sering mengalami gesekan kecil.
Baku Tembak Mengguncang Kota Trat
Pertempuran antara pasukan Thailand dan Kamboja berlangsung sejak pagi dan terdengar hingga pusat Kota Trat. Channel 3 melaporkan suara tembakan dan satu ledakan keras yang membuat warga segera berlindung. Relawan pertahanan desa, Somchai Chaivej, mengatakan bahwa suara tersebut datang dari arah Ban Nong Ri. Ia mengaku tetap tinggal di bunker demi membantu warga lain yang membutuhkan informasi dan perlindungan. Menurutnya, meski kondisi cukup menegangkan, warga perbatasan sudah terbiasa menghadapi situasi demikian. Namun kali ini, intensitas tembakan terasa lebih tinggi dan memunculkan kekhawatiran baru.
“Simak Juga : Takengon Terisolasi: RSUD Datu Beru Bertahan di Tengah Krisis Energi dan Air Bersih”
Warga Mengungsi Meski Sebagian Masih Bertahan
Pemerintah Provinsi Trat meminta warga desa Bo Rai, Khlong Yai dan sebagian Distrik Muang untuk mengungsi ke tempat aman. Meski begitu, tidak semua warga dapat meninggalkan rumah mereka. Salah satunya adalah Thittapha Nualwilai, seorang petani yang tetap menyadap getah karet demi memenuhi kebutuhan keluarga. Ia menyadari risiko tetap berada di Ban Nong Ri, tetapi tanggung jawab ekonomi memaksanya bertahan. Kisahnya mencerminkan dilema yang dialami banyak warga perbatasan. Situasi genting memaksa mereka memilih antara keselamatan diri dan kelangsungan hidup. Kondisi ini memperlihatkan betapa besar dampak konflik terhadap kehidupan masyarakat lokal.
Konflik Perbatasan Dua Negara yang Terus Berulang
Bentrok antara Kamboja dan Thailand memang bukan hal baru, namun eskalasi pada Desember 2025 menjadi salah satu yang paling serius dalam beberapa tahun terakhir. Kedua negara memiliki sejarah panjang perebutan wilayah, termasuk sengketa kuil Preah Vihear yang pernah memicu konflik pada 2010-an. Karena itu, insiden di Ban Nong Ri mengingatkan bahwa masalah perbatasan masih jauh dari tuntas. Meski pemimpin kedua negara sering mendorong dialog, kondisi lapangan tidak selalu mencerminkan upaya diplomasi tersebut. Situasi ini menunjukkan bahwa perdamaian di kawasan memerlukan komitmen kuat serta mekanisme pengawasan yang lebih kokoh.