iNews Complex – Donasi untuk Agus Salim, korban penyiraman air keras, yang digalang oleh Pratiwi Noviyanthi (Novi) dan dipromosikan oleh Denny Sumargo, menjadi perhatian publik. Kisah yang dimulai dari niat baik ini justru berujung pada konflik berkepanjangan antara Agus, Novi, dan Denny, hingga melibatkan pemerintah. Berikut adalah kronologi lengkap dan analisis mendalam mengenai permasalahan yang terus bergulir.
Agus Salim menjadi perhatian publik setelah mengalami penyiraman air keras oleh rekannya pada 1 September 2024. Akibat insiden ini, Agus kehilangan sebagian besar penglihatannya. Kisahnya yang memilukan viral di media sosial, memancing simpati dari masyarakat.
Melihat kondisi Agus, Novi, seorang YouTuber yang aktif dalam kegiatan sosial, memutuskan membuka penggalangan dana. Inisiatif ini mendapatkan dukungan penuh dari Denny Sumargo, aktor dan YouTuber ternama. Melalui kanal YouTube Curhat Bang Denny Sumargo, upaya penggalangan dana berhasil mengumpulkan hingga Rp1,5 miliar.
Setelah dana terkumpul, konflik muncul antara Novi dan Agus terkait pemanfaatan dana donasi. Novi merasa dana tersebut seharusnya digunakan untuk pengobatan, tetapi menurutnya, Agus justru memanfaatkan dana untuk keperluan pribadi. Di sisi lain, Agus bersikeras bahwa dana tersebut adalah haknya karena telah masuk ke rekening pribadinya.
Kurangnya transparansi dalam pengelolaan dana membuat Novi meminta Agus mengembalikan uang tersebut ke yayasan. Perselisihan ini memunculkan reaksi negatif dari publik, yang awalnya bersimpati pada Agus, namun kemudian mempertanyakan integritasnya.
Agus, yang merasa nama baiknya tercemar, melaporkan Novi ke Polda Metro Jaya pada 19 Oktober 2024. Ia didampingi oleh pengacara Farhat Abbas. Tuduhan yang diajukan adalah pencemaran nama baik melalui media elektronik.
Di tengah laporan ini, muncul berbagai tuduhan lain, termasuk dugaan penggunaan narkoba oleh Novi dan klaim bahwa ia menyewa buzzer untuk menekan Agus agar mengembalikan dana.
Pada 26 November 2024, upaya mediasi dilakukan di Kuningan, Jakarta Selatan, diinisiasi oleh pengacara Krisna Murti. Namun, mediasi berakhir tanpa kesepakatan karena Novi meninggalkan lokasi setelah meminta Denny Sumargo dimasukkan dalam perjanjian.
Pasca mediasi, Denny Sumargo mengungkap isi draf perdamaian yang dianggapnya aneh. Ia mempertanyakan klausa yang seolah-olah memberikan hak donasi kepada Agus hingga tujuh turunan. Pernyataan ini memancing respons keras dari Farhat Abbas, yang membantah klaim tersebut dan menyatakan bahwa isi draf sepenuhnya berasal dari Novi dan kuasa hukumnya.
Melihat konflik yang kian memanas, Kementerian Sosial (Kemensos) melalui Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) turun tangan. Pada 29 November 2024, Kemensos memanggil Denny dan Novi untuk dimintai keterangan. Rencana mediasi lanjutan yang melibatkan Agus juga telah disiapkan oleh pihak Kemensos.
Sebagai upaya menyelesaikan konflik, Denny menawarkan Rp300 juta dari uang pribadinya kepada Agus untuk biaya pengobatan. Namun, Agus menolak tawaran tersebut, menganggap jumlahnya tidak cukup untuk membiayai pengobatan di luar negeri. Agus menyatakan niatnya untuk berobat ke Singapura atau Malaysia dengan bantuan dari Krisna Murti dan Farhat Abbas.
Farhat menilai langkah Denny sebagai bentuk suap karena Denny meminta agar laporan pencemaran nama baik terhadap Novi dicabut.
Agus mengungkapkan bahwa ia berencana menjalani pengobatan di Singapura tanpa menggunakan dana donasi yang telah dikumpulkan. Biaya pengobatan akan ditanggung oleh bantuan pribadi dari Farhat Abbas dan Krisna Murti, dengan opsi cadangan untuk menjalani operasi di Malaysia.
Kasus ini menunjukkan pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana donasi, terutama untuk kasus kemanusiaan. Kementerian Sosial diharapkan dapat memberikan solusi agar konflik tidak terus berlarut dan menimbulkan dampak buruk bagi pihak-pihak yang terlibat.
Kasus ini juga menjadi pengingat bagi masyarakat untuk berhati-hati dalam menyumbangkan dana dan memastikan kejelasan penggunaannya.
Kisruh donasi untuk Agus Salim mencerminkan kompleksitas niat baik yang tercampur dengan masalah komunikasi dan transparansi. Ke depan, diperlukan regulasi dan pengawasan lebih ketat agar kejadian serupa tidak terulang.