iNews Complex – Usulan politikus PDIP Deddy Sitorus agar Polri berada di bawah TNI atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menuai kritik dari berbagai pihak. Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas, menilai langkah ini bukan solusi tepat untuk memperbaiki Polri.
Fernando menyatakan bahwa Polri telah berupaya menjadi institusi yang profesional dan sesuai amanat undang-undang. Menurutnya, alih-alih mengembalikan Polri ke bawah kendali TNI atau Kemendagri, perlu dilakukan reformasi secara bijak untuk memperkuat institusi ini.
Polri, sebagai lembaga penegak hukum, memiliki peran strategis dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Sebagai institusi yang berdiri sendiri sejak pemisahannya dari TNI pada tahun 1999, Polri memiliki mandat untuk menjalankan tugasnya secara independen tanpa campur tangan dari militer maupun kementerian.
Menurut Fernando Emas, upaya mengembalikan Polri ke bawah TNI atau Kemendagri bisa dianggap sebagai langkah mundur yang mengingatkan pada masa Orde Baru. Saat itu, ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) digunakan sebagai alat politik untuk memperkuat kekuasaan pemerintah.
Fernando juga mengingatkan bahwa menempatkan Polri di bawah TNI atau Kemendagri berpotensi membuka celah politisasi dan intervensi dari pihak eksekutif. Dalam konteks demokrasi, hal ini bertentangan dengan prinsip independensi lembaga penegak hukum yang seharusnya bebas dari pengaruh politik.
Deddy Sitorus mengemukakan adanya dugaan keterlibatan Polri dalam Pilkada 2024. Namun, Fernando Emas menekankan bahwa tuduhan seperti ini harus disertai bukti konkret agar tidak menjadi fitnah. Jika benar ada oknum yang melakukan pelanggaran, maka langkah pembenahan internal harus dilakukan tanpa mengubah struktur institusi secara fundamental.
Fernando Emas mengusulkan beberapa langkah alternatif untuk memperbaiki Polri tanpa harus menempatkannya di bawah TNI atau Kemendagri:
Fernando menilai pentingnya memperkuat peran Kompolnas sebagai pengawas independen Polri. Ia menyarankan agar pemilihan anggota Kompolnas dilakukan oleh DPR RI melalui proses seleksi yang transparan dan bebas dari intervensi eksekutif.
Polri perlu memperkuat sistem internalnya untuk memastikan profesionalisme dan akuntabilitas. Beberapa langkah yang dapat diambil:
Fernando juga menekankan pentingnya melibatkan masyarakat dalam pengawasan Polri. Dengan adanya pengawasan publik, Polri dapat lebih transparan dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya.
Pada masa Orde Baru, ABRI memiliki peran ganda sebagai kekuatan pertahanan dan pengamanan dalam negeri. Polri, yang saat itu berada di bawah ABRI, sering dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Fernando mengingatkan bahwa usulan ini bisa mengembalikan Polri ke posisi yang serupa.
Sebagai institusi yang berdiri sendiri, Polri memiliki tanggung jawab langsung kepada Presiden. Jika ditempatkan di bawah TNI atau Kemendagri, independensi Polri dalam menjalankan tugasnya bisa terganggu, terutama dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan pihak-pihak tertentu.
Fernando menekankan bahwa usulan seperti ini harus dikaji secara matang. Perubahan struktur institusi bukanlah solusi instan untuk mengatasi kekurangan dalam Polri. Sebaliknya, reformasi internal dan penguatan pengawasan eksternal adalah langkah yang lebih tepat untuk meningkatkan kinerja Polri.
Ia juga menambahkan bahwa reformasi harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan efek negatif yang merugikan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Usulan agar Polri berada di bawah TNI atau Kemendagri dianggap sebagai langkah mundur oleh banyak pihak, termasuk Fernando Emas. Polri telah berupaya menjadi institusi yang profesional dan mandiri. Alih-alih mengubah struktur institusi, penguatan Kompolnas dan reformasi internal menjadi solusi yang lebih tepat untuk meningkatkan kinerja Polri.
Dalam demokrasi, institusi penegak hukum harus independen dan bebas dari intervensi politik. Reformasi Polri harus dilakukan dengan hati-hati, berdasarkan kajian yang mendalam, dan bertujuan untuk memastikan Polri dapat menjalankan tugasnya sesuai amanat undang-undang.