iNews Complex – Korea Utara memperingatkan Amerika Serikat agar tidak memaksakan denuklirisasi. Pernyataan itu disampaikan Kim Yo Jong, adik Kim Jong Un, pada Selasa (29/7/2025). Dia menegaskan bahwa DPRK—nama resmi negara—tidak akan menerima tekanan soal pelucutan senjata nuklir. Pernyataan ini muncul setelah pejabat Gedung Putih menyebut Trump masih terbuka untuk dialog dengan Kim Jong Un. Namun, Korut menolak jika dialog bertujuan untuk menghapus program nuklir mereka.
Kim Yo Jong menyebut hubungan pribadi antara Kim Jong Un dan Donald Trump “tidak buruk.” Namun, dia menegaskan bahwa hubungan itu tidak bisa dilibatkan dalam negosiasi denuklirisasi. Jika dijadikan alasan tekanan, menurut Kim Yo Jong, itu akan menjadi penghinaan terhadap pihaknya. Jadi, meski ada kehangatan diplomatik, Negeri itu tetap menolak kompromi soal senjata nuklir.
“Baca Juga : Kim Jong Un Tegaskan Kemenangan Anti-AS dalam Peringatan Perang Korea“
Trump dan Kim Jong Un pernah bertemu tiga kali selama masa jabatan Trump, termasuk di Hanoi pada 2019. Namun, pertemuan kedua itu gagal menghasilkan kesepakatan atas imbalan bagi Korut. Setelah itu, Pyongyang justru mempercepat program nuklirnya. Negara itu kini semakin percaya diri menghadapi tekanan luar.
“Simak Juga : Kereta Regional Jerman Tergelincir, Tiga Penumpang Tewas“
Kim Yo Jong mendesak Amerika Serikat untuk mengakui bahwa Korea Utara adalah negara bersenjata nuklir. Dia menolak anggapan bahwa Korut bisa dikondisikan untuk menyerahkan senjatanya. Bagi Pyongyang, pengakuan status itu bukan tawar-menawar, melainkan kenyataan yang harus diterima pihak luar.
Bagi Korea Utara, menolak denuklirisasi bukan sekadar soal senjata. Itu simbol pertahanan kedaulatan dan identitas nasional. Tekanan dari luar, termasuk usulan dialog dengan AS, dianggap sebagai upaya melemahkan. Korut tetap berpegang pada prinsip bahwa senjata atom adalah jaminan eksistensi bangsa.
Pernyataan Kim Yo Jong menandakan diplomasi Korut tetap tegas dan terukur. Mereka membuka peluang dialog, namun bukan kompromi prinsip. Situasi ini menjadi tantangan di panggung global. Dunia melihat konflik diplomasi antara keinginan dialog AS dan penolakan Pyongyang akan denuklirisasi sebagai ujian stabilitas kawasan Asia Timur.