iNews Complex – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap kasus korupsi besar di Indonesia. Kali ini, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah (RM) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemerasan dan gratifikasi. Penetapan ini merupakan hasil dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di Bengkulu pada Sabtu (23/11/2024).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengumumkan penetapan tersangka ini pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Minggu (24/11/2024) malam. Selain Rohidin Mersyah, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yakni IF (Sekretaris Daerah Bengkulu) dan EF alias Anca (ajudan gubernur).
Operasi tangkap tangan dilakukan KPK setelah menerima laporan dari masyarakat tentang adanya dugaan praktik pemerasan yang melibatkan Gubernur Bengkulu dan jajarannya. OTT tersebut berhasil mengamankan barang bukti berupa uang tunai yang diduga hasil pemerasan terhadap pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu.
KPK menduga praktik pemerasan ini dilakukan secara sistematis, di mana para tersangka meminta sejumlah uang dari pegawai untuk berbagai alasan yang tidak sesuai aturan.
Dalam OTT ini, KPK menyita sejumlah barang bukti, termasuk:
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebutkan bahwa uang hasil pemerasan diduga digunakan untuk pendanaan pemilihan kepala daerah (pilkada).
“Pungutan ke pegawai untuk pendanaan pilkada, sepertinya,” kata Alexander kepada wartawan.
KPK juga mengungkap bahwa gratifikasi yang dilakukan melibatkan pengumpulan dana dari berbagai proyek di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu. Modus ini dilakukan melalui tekanan kepada pejabat dan pegawai untuk menyetorkan sejumlah uang kepada tersangka.
Setelah menetapkan status tersangka, KPK langsung menahan ketiga tersangka untuk 20 hari pertama. Penahanan ini dimulai dari 24 November 2024 hingga 13 Desember 2024 di Rutan Cabang KPK.
Kasus ini menjadi pukulan telak bagi integritas Pemerintah Provinsi Bengkulu. Dengan keterlibatan pejabat tinggi, kasus ini menambah daftar panjang korupsi di tingkat daerah yang merusak kepercayaan publik.
Praktik korupsi seperti ini sering kali menyebabkan stagnasi dalam pelayanan publik. Pegawai yang seharusnya fokus melayani masyarakat justru menjadi korban pemerasan dan tekanan yang tidak sesuai aturan.
KPK menegaskan bahwa mereka akan terus menindak tegas setiap pelaku korupsi, terutama yang melibatkan pejabat daerah. Operasi tangkap tangan ini adalah bukti nyata bahwa korupsi di level pemerintahan masih menjadi masalah serius yang harus diberantas.
Alexander Marwata juga mengimbau kepada masyarakat untuk terus melaporkan setiap dugaan korupsi yang terjadi di lingkungan mereka. Dengan partisipasi aktif masyarakat, pemberantasan korupsi bisa berjalan lebih efektif.
Kasus yang melibatkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah menunjukkan bahwa korupsi masih menjadi tantangan besar di Indonesia, terutama di tingkat daerah. Praktik pemerasan dan gratifikasi seperti ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
KPK diharapkan terus menunjukkan komitmennya dalam memberantas korupsi tanpa pandang bulu. Sementara itu, kasus ini menjadi peringatan bagi pejabat lain untuk menjalankan tugasnya dengan integritas tinggi.