iNews Complex – Aksi demonstrasi ribuan mahasiswa di Timor Leste pada Senin (15/9/2025) berujung ricuh setelah polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa. Unjuk rasa yang digelar di dekat Gedung Parlemen Nasional Dili ini menentang rencana pembelian mobil dinas baru untuk 65 anggota parlemen.
Lebih dari 1.000 orang, sebagian besar mahasiswa, turun ke jalan untuk memprotes keputusan yang sudah disetujui sejak tahun lalu. Rencana tersebut akan memberikan unit mobil Toyota Prado bagi setiap anggota parlemen.
“Kami meminta anggota parlemen membatalkan keputusan pembelian Prado demi perbaikan diri mereka. Kalau tidak, kami akan tetap berdiri di sini,” tegas Leonito Carvalho, mahasiswa dari Universidade da Paz di Dili.
“Baca Juga : Makna Dalam di Balik Mahkota‑Mahkota Miss Universe 2025”
Awalnya, aksi berlangsung damai. Namun suasana memanas setelah sebagian pengunjuk rasa melempar batu ke arah gedung parlemen hingga merusak sejumlah mobil. Polisi kemudian merespons dengan tembakan gas air mata.
Sedikitnya empat pengunjuk rasa terluka dan dilarikan ke fasilitas kesehatan terdekat. Justino Menezes, pejabat Kepolisian Nasional, mengatakan pihaknya akan memanggil koordinator aksi untuk dimintai pertanggungjawaban atas kerusakan yang terjadi.
Rencana pengadaan mobil mewah ini sudah masuk dalam anggaran negara 2025. Namun kini, sejumlah partai politik yang sebelumnya mendukung justru berbalik menolak.
Dalam pernyataan bersama, CNRT, Partai Demokrat, dan Enrich the National Unity of the Sons of Timor menilai bahwa pembelian mobil dinas tidak mencerminkan kepentingan rakyat.
“Simak Juga : Tiga Jet Tempur Rafale Pesanan Indonesia Tiba Awal 2026”
Kritik ini muncul karena Timor Leste masih menghadapi tantangan serius:
Negara yang merdeka dari Indonesia pada 2002 ini juga masih sangat bergantung pada sektor minyak, dengan sedikit diversifikasi ekonomi di sektor lain.
Bagi mahasiswa dan masyarakat, rencana pembelian mobil mewah ini mencerminkan jurang antara elit politik dan rakyat kecil. Di tengah kondisi sosial-ekonomi yang sulit, kebijakan tersebut dianggap tidak adil dan menambah beban negara.
Aksi di Dili ini menjadi simbol ketidakpuasan publik yang bisa terus meluas jika pemerintah dan parlemen tidak segera menanggapi tuntutan rakyat.