iNews Complex – Proyek Jet tempur generasi keenam Eropa, Future Combat Air System (FCAS), senilai €100 miliar atau sekitar Rp1.928 triliun menghadapi hambatan serius. Pertemuan penting antara menteri pertahanan Prancis, Jerman, dan Spanyol yang semula dijadwalkan di Berlin dibatalkan. Situasi ini menambah ketidakpastian terhadap kelanjutan proyek.
Prancis mengalami pergantian menteri pertahanan di tengah kondisi politik yang belum stabil. Hal ini berdampak langsung pada koordinasi antarnegara yang terlibat dalam FCAS, memperlambat pengambilan keputusan penting dan kelanjutan pengembangan proyek.
“Baca Juga : Mikrofon Bocor di KTT Gaza: Prabowo Terungkap Minta Bertemu Eric Trump”
Setelah Perang Dingin berakhir, pengeluaran militer di Eropa menurun drastis. Pada 1962, pengeluaran pertahanan mencapai 4 persen dari PDB, namun turun menjadi 1,3 persen pada 2015. Penurunan ini menyebabkan stagnasi dalam pengembangan teknologi militer dan lemahnya kapasitas industri pertahanan.
Seiring melemahnya industri pertahanan dalam negeri, negara-negara Eropa semakin bergantung pada produk militer Amerika Serikat. Jet tempur dan sistem persenjataan canggih seperti rudal lebih banyak diimpor dari AS daripada diproduksi secara mandiri oleh Eropa.
“Simak Juga : Bentrok Mematikan di Perbatasan: Pakistan vs Taliban 2025”
Pesawat tempur F-35 buatan Amerika menjadi pilihan utama sejumlah negara Eropa. Dalam periode 2020–2024, sebanyak 611 unit F-35 dikirim ke Eropa, jauh melebihi jumlah gabungan Eurofighter, Rafale, dan Gripen yang hanya mencapai 135 unit.
Perselisihan antara perusahaan pertahanan utama di Eropa, terutama dalam hal pembagian teknologi dan tanggung jawab, turut memperlambat pengembangan FCAS. Masalah internal ini menimbulkan risiko terhentinya proyek secara keseluruhan jika tidak segera diselesaikan.