iNews Complex – Taiwan kembali mengambil langkah besar untuk memperkuat pertahanan di tengah meningkatnya tekanan politik dan militer dari China. Presiden Lai Ching-te mengumumkan rencana pengajuan tambahan dana pertahanan sebesar 40 miliar dollar AS atau sekitar Rp 666 triliun dalam beberapa tahun ke depan. Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa Taipei tidak ingin bersikap pasif menghadapi intimidasi Beijing. Selama ini, China mengklaim pulau tersebut sebagai wilayahnya dan tidak menutup kemungkinan penggunaan kekuatan militer untuk memaksakan penyatuan. Dengan situasi regional yang semakin panas dan dorongan Amerika Serikat agar Taiwan memperkuat pertahanan diri, keputusan ini lahir sebagai bentuk persiapan menghadapi kemungkinan terburuk, sekaligus menjaga stabilitas keamanan kawasan.
Strategi Pertahanan yang Lebih Tegas dan Menyentuh Aspek Psikologis
Dalam opini yang ditulis Presiden Lai untuk Washington Post, ia menegaskan bahwa penguatan ini dirancang untuk meningkatkan daya gentar Taiwan. Ia menilai bahwa langkah besar tersebut dapat menambah biaya dan ketidakpastian bagi Beijing jika kelak mempertimbangkan opsi serangan militer. Pemerintah Taiwan berencana menggunakan anggaran tersebut untuk membeli lebih banyak persenjataan dari Amerika Serikat sekaligus mengembangkan kemampuan asimetris. Strategi ini fokus pada pertahanan berbiaya efisien tetapi efektif dalam menghadapi invasi, seperti rudal mobile, sistem drone, dan armada kecil yang lincah. Menurut Lai, kemampuan defensif yang kuat berfungsi sebagai sinyal bahwa Taiwan tidak akan menyerah begitu saja dan siap mempertahankan demokrasi mereka.
“Baca Juga : Kembangkan Bioetanol, Indonesia Bisa Contoh Cerita Sukses Brasil”
Lonjakan Anggaran yang Menandai Perubahan Besar
Penambahan 40 miliar dollar AS ini berada di luar anggaran pertahanan Taiwan tahun depan yang telah diajukan sebesar 949,5 miliar dollar Taiwan atau sekitar Rp 504 triliun. Angka tersebut setara dengan 3,32 persen PDB, sebuah kenaikan signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Lai juga menargetkan anggaran pertahanan mencapai lebih dari tiga persen PDB pada 2025 dan meningkat hingga lima persen pada 2030. Nilai tambahan baru ini bahkan melebihi prediksi awal yang sempat disampaikan seorang anggota parlemen DPP. Lonjakan tersebut menunjukkan betapa agresif dan seriusnya strategi pertahanan Taiwan di bawah pemerintahan Lai. Di tengah bayang-bayang ancaman serangan, negara itu berusaha memastikan tidak tertinggal secara teknologi maupun kesiapan militer.
Hambatan Politik yang Dihadapi di Dalam Negeri
Meskipun strategi pertahanan ini terdengar kuat, pemerintah Taiwan tetap harus menghadapi hambatan politik dalam negeri. Parlemen saat ini didominasi oleh Partai Kuomintang (KMT), partai yang cenderung menginginkan hubungan lebih erat dengan China. Dominasi ini membuat KMT memiliki pengaruh besar dalam menentukan alokasi anggaran. Ketua KMT yang baru terpilih, Cheng Li-wun, bahkan menolak rencana belanja pertahanan Presiden Lai. Ia menilai bahwa Taiwan tidak memiliki dana sebesar itu dan menyebut belanja militer tidak boleh membebani anggaran negara. Penolakan tersebut memperlihatkan perbedaan tajam dalam visi politik, sekaligus menjadi tantangan bagi Lai untuk meloloskan proposal besar di tengah kecemasan publik mengenai ancaman luar.
Dukungan Internasional dan Dampaknya bagi Kawasan
Ketegangan Taiwan–China bukan isu lokal semata karena berdampak besar pada stabilitas kawasan Asia-Pasifik. Amerika Serikat terus memberikan dukungan diplomatik, ekonomi, dan militer terhadap Taiwan. Namun dukungan ini juga membuat China semakin agresif dalam retorika dan latihan militernya. Penambahan anggaran pertahanan oleh Taiwan dipandang sebagai cara untuk mengurangi ketergantungan pada sekutu dan meningkatkan kemampuan bertahan secara mandiri. Di sisi lain, negara-negara Asia Tenggara dan sekutu Barat memantau situasi dengan cermat, mengetahui bahwa konfliknya dapat memicu ketidakstabilan perdagangan dan keamanan global. Upaya Taiwan memperkuat pertahanan menjadi pesan bahwa mereka siap menjaga wilayah dan sistem demokrasi yang telah lama mereka banggakan.
Perhitungan Risiko dan Harapan Warga Taiwan
Di balik angka-angka anggaran yang fantastis, ada rasa cemas sekaligus harapan dari warga Taiwan. Banyak yang menyadari bahwa ancaman militer China bukan lagi sekadar peringatan. Namun, sebagian lainnya khawatir belanja besar dapat menekan ekonomi domestik. Pemerintahan Lai berusaha menyeimbangkan keduanya dengan menekankan bahwa keamanan adalah fondasi kemakmuran. Dengan memperkuat pertahanan, Taiwan ingin memastikan generasi berikutnya dapat hidup di bawah demokrasi yang aman. Langkah ini juga menjadi simbol bahwa mereka memilih bertahan, bukan menyerah pada intimidasi. Dalam narasi yang lebih luas, ini adalah perjuangan sebuah pulau kecil yang ingin mempertahankan identitas dan kebebasannya di tengah tekanan superpower.