iNews Complex – Permasalahan harta warisan kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, kisah tragis datang dari keluarga Ratna Sarumpaet, seorang aktivis senior yang dikenal tegas dan vokal. Ia dilaporkan oleh cucunya sendiri, Husin Kamal, ke Bareskrim Polri pada Oktober 2024. Tuduhan yang diajukan adalah dugaan penggelapan harta warisan keluarga.
Kasus ini bermula dari aset peninggalan mendiang Ahmad Fahmi, kakek Husin, yang meninggal pada 2007. Warisan tersebut mencakup 88 properti tersebar di empat provinsi, yakni Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Barat, ditambah harta bergerak seperti kendaraan. Namun, alih-alih membawa kesejahteraan bagi keluarga, harta tersebut malah memicu konflik berkepanjangan.
Masalah ini dimulai setelah Ahmad Fahmi wafat. Posisi Mohammad Iqbal Alhady, ayah Husin, yang merupakan ahli waris langsung, dinyatakan tidak cakap hukum oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Keputusan ini didasarkan pada hasil medis dari RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, yang menyatakan kondisi ayah Husin tidak memungkinkan untuk mengelola warisan.
Akhirnya, Ratna Sarumpaet, ibu dari Iqbal, ditunjuk sebagai pengampu atau wali untuk mengelola harta peninggalan tersebut sejak 2008. Namun, Husin menilai pengelolaan yang dilakukan Ratna tidak transparan dan merugikan dirinya serta keluarga lainnya.
Husin mengungkapkan bahwa hak-haknya sebagai cucu yang seharusnya menerima sebagian warisan, termasuk untuk biaya hidup dan pendidikan, tidak pernah terpenuhi. Dalam keterangannya, Husin menegaskan bahwa permasalahan ini bukan sekadar perebutan harta warisan, melainkan perjuangan untuk mendapatkan hak yang seharusnya diberikan.
“Yang saya mau tekankan di sini adalah kami ini, saya sebagai anak kandung, cucu dari ibu RS, memperjuangkan hak kami yang tidak dijalankan ibu RS selaku pengampu,” ujar Husin Kamal dalam wawancara.
Menurut informasi yang dihimpun, aset peninggalan Ahmad Fahmi bukanlah jumlah kecil. Beberapa fakta mengenai aset tersebut meliputi:
Jumlah aset yang signifikan ini seharusnya menjadi bekal kehidupan bagi para ahli waris, namun pengelolaan yang dianggap tidak transparan menimbulkan kekecewaan mendalam dari pihak keluarga Husin.
Husin akhirnya melaporkan sang nenek, Ratna Sarumpaet, ke Bareskrim Polri. Laporan ini mencakup dugaan penggelapan aset warisan. Dalam kasus ini, Husin dibantu oleh kuasa hukumnya, Rezza Wiharta, yang menegaskan bahwa fokus dari laporan ini adalah ketidakadilan yang dirasakan oleh kliennya.
“Persoalan ini bukan berebut warisan kakek klien saya, tetapi ini soal hak seorang anak yang tidak diberikan sebagaimana mestinya,” tegas Rezza Wiharta.
Langkah hukum ini diambil setelah berbagai upaya mediasi dan proses hukum sebelumnya di Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang berlangsung sejak 2011 dan berlanjut hingga 2016. Namun, hingga kini, hak yang diperjuangkan Husin disebut belum terealisasi.
Kasus Ratna Sarumpaet dan cucunya bukanlah yang pertama terjadi di Indonesia. Sengketa warisan sering muncul akibat beberapa faktor berikut:
Tidak Ada Transparansi dalam Pengelolaan Aset
Saat aset diwariskan, sering kali tidak ada komunikasi atau transparansi mengenai pembagiannya. Hal ini memicu kecurigaan antar ahli waris.
Penunjukan Wali atau Pengampu yang Tidak Netral
Dalam kasus keluarga Ratna, penunjukan pengampu sering kali menjadi titik masalah ketika pihak tersebut tidak menjalankan tugas dengan adil.
Nilai Aset yang Besar
Semakin besar nilai aset warisan, semakin besar pula potensi konflik. Keserakahan dan ego sering kali mengambil alih logika dan kasih sayang dalam keluarga.
Kurangnya Perencanaan Warisan yang Jelas
Tanpa surat wasiat atau hukum waris yang kuat, pembagian aset sering menjadi rumit dan berlarut-larut.
Kisruh warisan Ratna Sarumpaet dan cucunya memberikan pelajaran penting bagi masyarakat:
Kasus Ratna Sarumpaet dan cucunya, Husin Kamal, mencerminkan realitas bahwa “uang tidak punya saudara”. Ketika harta menjadi taruhan, bahkan hubungan keluarga pun bisa renggang. Konflik ini mengingatkan pentingnya keadilan, transparansi, dan komunikasi dalam pengelolaan warisan agar tidak menjadi masalah di kemudian hari.
Pada akhirnya, bukan hanya soal materi, tetapi bagaimana kita menjaga keharmonisan dan tali persaudaraan dalam keluarga. Harta bisa dicari, namun hubungan keluarga yang rusak sulit diperbaiki.