iNews Complex – Baru-baru ini, pemerintah Indonesia mengumumkan kebijakan baru yang menetapkan bahwa transaksi menggunakan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dan e-money akan dikenakan pajak. Langkah ini tentu menarik perhatian banyak pihak, terutama para pelaku bisnis dan masyarakat pengguna layanan pembayaran digital. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memberikan penjelasan mengenai kebijakan ini dan apa yang mendasarinya.
Menurut Airlangga, kebijakan ini bertujuan untuk memperluas basis pajak di Indonesia, mengingat semakin meningkatnya transaksi digital. Dengan semakin maraknya penggunaan QRIS dan e-money di Indonesia. Pemerintah berupaya memastikan bahwa sektor ini turut berkontribusi pada penerimaan negara melalui pajak. QRIS sendiri adalah sistem pembayaran berbasis kode QR yang memungkinkan transaksi antarbank dan antarplatform digital. Sementara e-money merujuk pada uang elektronik yang digunakan untuk transaksi digital.
Penetapan pajak untuk kedua jenis pembayaran ini. Meskipun masih dalam pembahasan lebih lanjut, dianggap penting untuk memastikan bahwa sektor pembayaran digital tetap terawasi dan mendukung pengembangan ekonomi negara. Airlangga menekankan bahwa kebijakan ini akan memberikan ruang yang lebih besar bagi pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara di sektor digital. Terutama di tengah semakin berkembangnya transaksi yang dilakukan secara online.
Salah satu pertanyaan yang muncul adalah bagaimana dampak kebijakan ini terhadap pelaku usaha dan pengguna. Bagi pelaku usaha, terutama yang menggunakan QRIS untuk menerima pembayaran dari konsumen. Mereka mungkin harus melakukan penyesuaian pada sistem pembayaran mereka agar sesuai dengan ketentuan pajak yang baru. Airlangga menjelaskan bahwa pemerintah akan memberikan kemudahan untuk pelaku usaha dalam hal pelaporan dan pembayaran pajak. Dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi dan sistem digital.
“Simak juga: Pajak Aplikasi e-Wallet 12 Persen: Sedot Darah Dari Uang Digital”
Bagi pengguna e-money dan QRIS, perubahan ini mungkin tidak langsung mempengaruhi proses transaksi sehari-hari mereka. Namun, mereka perlu mengetahui bahwa pembayaran dengan menggunakan sistem ini akan dikenakan pajak, yang mungkin sedikit menambah biaya transaksi. Pemerintah mengklaim bahwa pajak yang dikenakan akan bersifat adil dan proporsional, dengan tujuan untuk memastikan bahwa semua sektor ekonomi, baik tradisional maupun digital, berkontribusi pada pembangunan negara.
Airlangga juga menyoroti pentingnya pajak sebagai salah satu instrumen untuk mendorong pembangunan ekonomi digital yang lebih inklusif. Dengan semakin berkembangnya sektor digital, banyak transaksi yang dilakukan tanpa melibatkan tunai, dan hal ini menyebabkan perputaran uang menjadi lebih cepat dan luas. Pajak terhadap QRIS dan e-money akan membantu memastikan bahwa sektor digital turut menyumbang pada perekonomian nasional secara berkelanjutan.
Penerapan pajak pada sektor digital diharapkan bisa mendorong pengembangan infrastruktur teknologi di Indonesia, meningkatkan literasi digital, serta menciptakan lapangan kerja baru yang berkaitan dengan teknologi finansial. Pemerintah berharap kebijakan ini bisa menjadi langkah awal untuk mendigitalisasi sektor pajak secara lebih luas, yang pada gilirannya dapat memperkuat sistem ekonomi negara.