iNews Complex – Kantor Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, mengkritik keras Jenderal Rudzani Maphwanya atas komentarnya yang dianggap mendukung Iran dalam kunjungan resmi ke negara tersebut. Menurut Ramaphosa, pernyataan sang jenderal tidak membantu upaya pemulihan hubungan diplomatik Afsel dengan Amerika Serikat, yang saat ini tengah berjalan intensif. Kementerian Luar Negeri Afsel juga ikut mengecam tindakan ini, menilai bahwa langkah tersebut berpotensi merusak strategi diplomasi yang telah dirancang.
Pemerintah Pretoria saat ini berusaha keras memperbaiki hubungan dengan Washington untuk mencapai kesepakatan perdagangan baru. Tujuannya adalah menghindari ancaman tarif 30 persen terhadap ekspor Afsel. Dalam konteks ini, juru bicara Presiden, Vincent Magwenya, menegaskan bahwa setiap langkah atau pernyataan dari pejabat senior yang berpotensi memperburuk situasi harus dihindari. Menurutnya, diplomasi yang rapuh memerlukan kehati-hatian penuh dari seluruh jajaran pemerintahan.
“Baca Juga : Trump Perpanjang Jeda Tarif Perdagangan dengan China 90 Hari”
Selama pertemuan dengan pejabat pertahanan Iran, Jenderal Maphwanya dilaporkan menyerukan kerja sama pertahanan yang lebih erat dan mengutuk tindakan Israel di Gaza. Laporan ini disiarkan oleh media Iran, termasuk Tehran Times dan Press TV. Pernyataan tersebut dinilai tidak sejalan dengan kebijakan luar negeri Afsel yang berupaya menjaga keseimbangan hubungan dengan berbagai pihak di tengah ketegangan geopolitik global.
Aliansi Demokratik, sebagai koalisi terbesar kedua di pemerintahan, menyerukan agar Maphwanya diadili di pengadilan militer. Mereka menilai sang jenderal telah melanggar prinsip netralitas militer yang seharusnya dijunjung tinggi. Seruan ini memperlihatkan bahwa isu tersebut tidak hanya berdampak secara internasional, tetapi juga memicu gejolak politik di dalam negeri.
“Simak Juga : Militer Thailand Makin Kuat di Tengah Konflik Perbatasan dengan Kamboja”
Magwenya menyampaikan bahwa Presiden Ramaphosa bahkan tidak mengetahui agenda kunjungan Maphwanya ke Iran. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai koordinasi internal di tubuh pemerintahan dan militer Afsel. Kunjungan tanpa persetujuan ini disebut sebagai langkah yang tidak bijaksana, apalagi di tengah memanasnya situasi di Timur Tengah.
Jika tidak dikelola dengan baik, insiden ini dapat merusak reputasi diplomasi Afsel di mata mitra internasional, khususnya Amerika Serikat. Bukan tidak mungkin, negosiasi perdagangan yang sedang berlangsung akan terganggu. Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa setiap pernyataan pejabat publik, terutama di level militer, memiliki implikasi besar terhadap kepentingan nasional.