iNews Complex – Pemerintah resmi membatalkan rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025. Langkah ini menuai beragam tanggapan, baik dari kalangan pengusaha, masyarakat, hingga pakar ekonomi. Di satu sisi, kebijakan ini memberikan ruang bagi masyarakat untuk menjaga daya beli di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil. Di sisi lain, pembatalan ini memunculkan pertanyaan: apakah tanpa kenaikan pajak, penerimaan negara tetap bisa optimal? Artikel ini akan membahas dampak kebijakan ini secara mendalam, termasuk apa yang perlu dilakukan pemerintah untuk tetap mencapai target penerimaan pajak.
“Baca juga: Bocoran Minyak Kayu Putih: Tak Hanya Jadi Bahan Olesan Semata“
Kenapa Rencana Pajak 12% Dibuat dan Kenapa Dibatalkan?
Rencana kenaikan pajak PPN menjadi 12% awalnya dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan negara, yang nantinya akan digunakan untuk mendukung program-program pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, beberapa tantangan besar memaksa pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini:
- Rendahnya Daya Beli Masyarakat: Inflasi, penurunan pendapatan, dan PHK besar-besaran di berbagai sektor telah melemahkan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
- Risiko Ekonomi yang Melemah: Kenaikan tarif pajak sering kali menekan aktivitas ekonomi, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM).
- Efisiensi Penerimaan Pajak: Kenaikan tarif tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan penerimaan pajak, seperti yang terlihat dari dampak kenaikan pajak 11% pada 2022.
Dampak Positif Pembatalan Tarif Pajak 12%
- Melindungi Daya Beli Masyarakat
Dengan tidak menaikkan tarif pajak, masyarakat tetap memiliki ruang untuk memenuhi kebutuhan mereka tanpa beban tambahan. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik. - Mendorong Pertumbuhan UMKM
UMKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia. Pembatalan ini dapat memberikan kelonggaran bagi pelaku usaha kecil untuk berkembang tanpa tekanan biaya tambahan. - Ekosistem Bisnis yang Lebih Sehat
Dengan tarif pajak yang stabil, pengusaha memiliki insentif lebih besar untuk tetap menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP), yang pada akhirnya akan memperluas basis pajak.
Tantangan Tanpa Kenaikan Pajak
Namun, pembatalan kenaikan pajak juga memiliki tantangan tersendiri:
- Kebutuhan Penerimaan Negara Tetap Tinggi
Dengan banyaknya proyek pembangunan dan belanja negara, pemerintah tetap membutuhkan sumber pendapatan yang besar. - Perluasan Basis Pajak Harus Ditingkatkan
Mengandalkan tarif pajak yang ada berarti pemerintah harus memperluas basis pajak dengan mendorong lebih banyak pengusaha menjadi PKP. - Reformasi Sistem Pajak
Pemerintah harus mengurangi celah pajak (tax loopholes) dan meningkatkan efisiensi sistem perpajakan untuk memastikan penerimaan tetap optimal.
Strategi Alternatif untuk Meningkatkan Penerimaan Negara
- Ekstensifikasi Pajak
Daripada menaikkan tarif, pemerintah dapat fokus menambah jumlah wajib pajak melalui edukasi dan penyederhanaan proses administrasi pajak. - Mendukung Kemudahan Berusaha
Kebijakan pro-bisnis seperti pengurangan regulasi yang menghambat, akses modal yang lebih mudah, dan insentif pajak bagi UMKM dapat mendorong pertumbuhan bisnis baru. - Digitalisasi Sistem Pajak
Teknologi bisa menjadi solusi untuk mengurangi kebocoran pajak dan memastikan kepatuhan wajib pajak.
Pelajaran dari Kenaikan Pajak 11% di 2022
Ketika pajak PPN dinaikkan dari 10% menjadi 11% pada 2022, efeknya terhadap penerimaan negara tidak sebesar yang diharapkan. Data menunjukkan penerimaan pajak dari PPnBM hanya sekitar 3,5% dari PDB nominal, meskipun tarif telah dinaikkan. Hal ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan yang lebih strategis, bukan hanya mengandalkan kenaikan tarif.
Apa Kata Pakar tentang Kebijakan Ini?
Krisna Gupta dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyebutkan bahwa kenaikan tarif pajak sering kali menjadi beban bagi pelaku usaha yang sudah patuh. Krisna menekankan pentingnya ekstensifikasi pajak dan menciptakan ekosistem bisnis yang lebih inklusif untuk meningkatkan penerimaan negara.
“Pembatalan tarif 12% adalah langkah yang tepat di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil. Ekspansi fiskal, seperti menurunkan pajak, lebih efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Kebijakan yang Bijak di Tengah Tantangan
Pembatalan tarif pajak 12% menunjukkan fleksibilitas pemerintah dalam merespons tantangan ekonomi. Namun, langkah ini juga menuntut strategi baru untuk memastikan penerimaan negara tetap optimal tanpa membebani masyarakat dan pelaku usaha. Dengan fokus pada ekstensifikasi, digitalisasi, dan kemudahan berusaha, pemerintah dapat menciptakan sistem perpajakan yang lebih inklusif dan efisien.