iNews Complex – Aksi protes yang digelar ratusan warga Somaliland memperlihatkan bahwa isu pengakuan negara bukan sekadar persoalan diplomasi elite. Sejak awal, demonstrasi ini lahir dari keresahan akar rumput, khususnya dari komunitas suku Samaroon, yang merasa identitas dan sikap politik mereka disalahartikan. Mereka berkumpul dengan membawa bendera Palestina, meneriakkan yel-yel solidaritas, dan menegaskan bahwa pengakuan dari Israel bukanlah sesuatu yang mereka harapkan. Di tengah konflik panjang di Timur Tengah, warga melihat posisi moral sebagai bagian penting dari identitas kolektif. Karena itu, dukungan terhadap Palestina menjadi simbol perlawanan atas keputusan yang dianggap tidak mewakili suara rakyat. Aksi ini sekaligus menegaskan bahwa pengakuan internasional tanpa legitimasi publik justru berpotensi memicu penolakan yang lebih luas dan emosional.
Solidaritas Palestina sebagai Simbol Perlawanan
Bendera Palestina yang berkibar di tengah massa bukan sekadar atribut visual. Simbol itu mencerminkan sikap politik dan emosional yang telah lama hidup di masyarakat Somalia dan Somaliland. Dalam berbagai rekaman video, para demonstran meneriakkan “Palestina, Palestina” dengan nada penuh semangat. Seruan itu menandakan bahwa isu Palestina telah melampaui batas geografis dan menjadi bagian dari solidaritas global umat Muslim. Di mata para demonstran, menerima pengakuan dari Israel berarti mengkhianati nilai solidaritas tersebut. Oleh sebab itu, aksi ini bukan hanya menolak keputusan politik, tetapi juga menegaskan posisi moral kolektif. Di tengah ketegangan geopolitik, solidaritas Palestina menjadi bahasa bersama yang menyatukan berbagai lapisan masyarakat, dari tokoh adat hingga generasi muda yang tumbuh dengan kesadaran global.
“Baca Juga : Tiket Termurah Piala Dunia 2026 Rp 1 Juta, FIFA Ungkap Alasan di Balik Harga Mahal”
Protes Meluas hingga Jantung Somalia
Penolakan terhadap pengakuan Israel tidak berhenti di Somaliland. Di Mogadishu, ibu kota Somalia, puluhan ribu warga memadati stadion utama untuk menyuarakan sikap serupa. Aksi tersebut dipimpin tokoh-tokoh agama yang memiliki pengaruh kuat dalam masyarakat. Dengan lantang, mereka mengutuk pengakuan Israel dan menyerukan persatuan nasional. Selain Mogadishu, protes juga terjadi di Baidoa, Guriel, Dhusamareeb, Lasanod, hingga Buhoodle. Di berbagai kota itu, massa mengibarkan bendera Somalia dan meneriakkan slogan penolakan. Skala demonstrasi ini disebut sebagai yang terbesar sejak deklarasi pengakuan Israel diumumkan. Kondisi ini menunjukkan bahwa isu Somaliland bukan hanya persoalan wilayah terpisah, tetapi menyentuh rasa kebangsaan warga Somalia secara luas.
Langkah Israel dan Dampak Diplomatiknya
Israel secara resmi mengakui Somaliland sebagai negara berdaulat pada 26 Desember 2025. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyebut pengakuan tersebut sebagai bagian dari semangat Kesepakatan Abraham. Israel berharap hubungan diplomatik ini dapat membuka kerja sama ekonomi dan stabilitas regional. Namun, langkah tersebut justru memicu reaksi keras dari berbagai negara. Somalia, Mesir, Turkiye, dan Djibouti langsung menyampaikan kecaman. Lebih dari 20 negara menilai pengakuan ini sebagai ancaman terhadap kedaulatan Somalia. Dalam konteks diplomasi Afrika Timur, keputusan Israel dinilai berisiko memperkeruh stabilitas kawasan. Alih-alih menciptakan kemitraan strategis, pengakuan sepihak ini justru memunculkan gelombang penolakan yang sulit diabaikan oleh komunitas internasional.
Posisi Somaliland di Tengah Kebuntuan Internasional
Somaliland mendeklarasikan kemerdekaan pada 1991 setelah perang saudara menghancurkan Somalia. Sejak itu, wilayah ini berfungsi sebagai negara de facto dengan pemerintahan, mata uang, dan sistem keamanan sendiri. Meski relatif stabil, Somaliland belum mendapatkan pengakuan internasional luas. Hingga kini, hanya Taiwan yang secara resmi mengakuinya, itu pun tanpa status anggota PBB. Ethiopia menjalin hubungan ekonomi, tetapi belum memberi pengakuan politik. Dengan populasi lebih dari tiga juta jiwa, Somaliland terus berjuang mencari legitimasi global. Presiden Abdirahman Mohamed Abdillahi menjadikan pengakuan internasional sebagai prioritas nasional. Namun, reaksi warga menunjukkan bahwa pengakuan tanpa konsensus internal justru berpotensi memperdalam perpecahan.
Suara Rakyat dan Tantangan Masa Depan Kawasan
Gelombang protes ini menegaskan satu pesan penting: suara rakyat tidak bisa diabaikan dalam urusan diplomasi. Di tengah tarik-menarik kepentingan global, masyarakat Somalia dan Somaliland ingin memastikan bahwa keputusan politik selaras dengan nilai dan identitas mereka. Penolakan terhadap pengakuan Israel menjadi cermin kekhawatiran akan hilangnya kedaulatan dan solidaritas regional. Ke depan, kawasan Afrika Timur menghadapi tantangan besar untuk menjaga stabilitas di tengah tekanan geopolitik. Tanpa dialog yang inklusif dan menghormati aspirasi masyarakat, keputusan internasional berisiko memicu ketegangan berkepanjangan. Aksi protes ini bukan sekadar peristiwa sesaat, melainkan sinyal kuat bahwa legitimasi sejati selalu berakar pada kehendak rakyat.